Kenali berbagai risiko obligasi yang sering diabaikan investor agar Anda tidak terjebak dalam keputusan investasi yang merugikan.
Investasi obligasi, meski dikenal sebagai salah satu instrumen investasi yang relatif aman, tidak lepas dari berbagai risiko yang perlu diperhatikan.
Setiap investor yang ingin mengalokasikan dananya dalam obligasi harus memahami risiko-risiko ini agar dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memitigasi kerugian. Berikut adalah delapan risiko obligasi yang wajib dipahami oleh setiap investor.
1. Tingkat Suku Bunga Risiko Obligasi
Risiko suku bunga adalah salah satu risiko utama yang mempengaruhi nilai obligasi. Suku bunga obligasi biasanya terkait erat dengan tingkat suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Ketika suku bunga acuan naik, harga obligasi di pasar sekunder cenderung turun karena investor lebih memilih instrumen investasi lain dengan imbal hasil lebih tinggi. Sebaliknya, jika suku bunga acuan turun, harga obligasi akan naik.
Oleh karena itu, investor harus selalu memantau kebijakan suku bunga acuan untuk memahami potensi perubahan nilai obligasi yang dimilikinya.
Untuk menyiasati risiko ini, investor bisa mempertimbangkan obligasi dengan suku bunga tetap yang tidak terpengaruh oleh perubahan suku bunga acuan.
Selain itu, diversifikasi portofolio dengan menempatkan dana di instrumen lain yang kurang terpengaruh oleh suku bunga juga bisa menjadi strategi yang efektif.
2. Risiko Gagal Bayar
Risiko gagal bayar terjadi ketika penerbit obligasi tidak mampu membayar kupon atau pokok utang kepada investor sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Risiko ini lebih umum terjadi pada obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan atau lembaga non-pemerintah.
Sebaliknya, obligasi pemerintah dianggap hampir bebas risiko gagal bayar karena adanya jaminan dari negara melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, yang memastikan pembayaran kupon dan pokok utang oleh pemerintah hingga jatuh tempo.
Untuk meminimalkan risiko gagal bayar, investor sebaiknya memilih obligasi dengan peringkat kredit yang tinggi dari lembaga pemeringkat independen, serta memperhatikan kesehatan keuangan penerbit obligasi.
3. Risiko Terkait Inflasi atau Daya Beli
Inflasi merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh investor obligasi. Ketika inflasi meningkat, daya beli hasil investasi dari obligasi akan menurun.
Misalnya, jika tingkat inflasi tahunan adalah 4%, dan investor mendapatkan pengembalian sebesar 10 juta rupiah, maka nilai riil dari pengembalian tersebut hanya sekitar 9,6 juta rupiah setelah memperhitungkan inflasi.
Oleh karena itu, obligasi dengan kupon yang tinggi belum tentu menguntungkan jika tingkat inflasi juga tinggi.
Salah satu cara untuk mengurangi dampak risiko inflasi adalah dengan berinvestasi pada obligasi yang memiliki kupon yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, seperti obligasi pemerintah jenis tertentu yang menawarkan perlindungan terhadap inflasi.
4. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas terjadi ketika investor mengalami kesulitan untuk menjual obligasi yang dimilikinya pada harga yang sesuai dengan nilai pasar, terutama dalam situasi ketika pasar sedang lesu.
Likuiditas yang rendah membuat investor terpaksa menjual obligasi di bawah harga beli atau bahkan tidak bisa menjualnya sama sekali.
Untuk mengatasi risiko ini, investor bisa mempertimbangkan obligasi dengan likuiditas tinggi atau memilih obligasi yang dapat dijadikan jaminan untuk pinjaman, sehingga investor tidak perlu menjual obligasi dengan harga rendah.
5. Risiko Pasar
Risiko pasar terjadi akibat fluktuasi harga obligasi yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro, politik, dan perubahan suku bunga.
Ketidakstabilan politik atau perubahan kebijakan ekonomi dapat mempengaruhi nilai obligasi di pasar sekunder, menyebabkan capital loss bagi investor jika mereka harus menjual obligasi pada harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga beli.
Investor dapat mengurangi risiko pasar dengan melakukan diversifikasi portofolio, berinvestasi dalam obligasi dengan jangka waktu yang lebih pendek, atau memilih obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang stabil secara ekonomi dan politik.
6. Risiko Peringkat
Risiko peringkat terjadi ketika peringkat kredit penerbit obligasi mengalami penurunan, yang menyebabkan nilai obligasi menurun di pasar.
Peringkat kredit ini biasanya diberikan oleh lembaga pemeringkat independen dan menjadi acuan bagi investor dalam menilai risiko obligasi yang akan dibeli.
Untuk mengurangi risiko ini, investor sebaiknya melakukan evaluasi secara berkala terhadap kondisi keuangan penerbit obligasi dan mempertimbangkan peringkat kredit sebelum melakukan investasi.
7. Risiko Maturitas
Risiko maturitas berkaitan dengan waktu jatuh tempo obligasi. Obligasi dengan waktu jatuh tempo yang panjang cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi karena kondisi ekonomi dan keuangan penerbit bisa berubah secara signifikan selama periode tersebut.
Semakin panjang jangka waktu obligasi, semakin besar ketidakpastian yang harus dihadapi investor.
Investor yang ingin meminimalkan risiko maturitas bisa memilih obligasi dengan jangka waktu yang lebih pendek atau memastikan bahwa obligasi tersebut diterbitkan oleh perusahaan atau pemerintah dengan reputasi keuangan yang solid.
8. Risiko Reinvestasi
Risiko reinvestasi terjadi ketika investor tidak dapat menemukan peluang investasi yang menawarkan tingkat pengembalian yang sebanding atau lebih tinggi setelah obligasi yang dimilikinya jatuh tempo atau ketika kupon dibayarkan.
Risiko ini terutama terjadi pada saat suku bunga turun, yang membuat obligasi baru dengan kupon lebih rendah kurang menarik bagi investor.
Untuk mengatasi risiko ini, investor bisa mempertimbangkan strategi laddering, yaitu membagi investasi dalam obligasi dengan jatuh tempo yang berbeda-beda, sehingga ketika obligasi jatuh tempo, investor tetap memiliki obligasi lain yang memberikan pengembalian.
Investasi obligasi memang menawarkan keuntungan yang relatif stabil, tetapi tidak terlepas dari berbagai risiko yang harus diperhatikan.
Dengan memahami dan memitigasi delapan risiko di atas, investor dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan memaksimalkan potensi keuntungan dari investasi obligasi.