Money dysmorphia adalah kondisi emosional ketika seseorang merasa tidak pernah cukup secara finansial, meski sebenarnya punya kondisi keuangan yang stabil.
Orang yang mengalaminya sering kali merasa cemas, minder, bahkan tertekan hanya karena membandingkan dirinya dengan orang lain.
Kondisi ini kini semakin banyak dialami generasi muda di era media sosial, di mana standar sukses seolah diukur dari pencapaian finansial yang terlihat.
Kalau dibiarkan, money dysmorphia bisa merusak kesehatan mental dan membuat seseorang salah langkah dalam mengambil keputusan keuangan.
Kabar baiknya, ada cara-cara praktis yang bisa Sobat lakukan untuk mengatasinya. Yuk, kita bahas satu per satu!
1. Kenali Pola Pikir Sendiri
Langkah awal untuk keluar dari jebakan money dysmorphia adalah dengan menyadari pola pikir kita sendiri. Jangan buru-buru menyalahkan uang atau kondisi keuangan, coba berhenti sejenak dan refleksi:
- Apa sih yang bikin kamu cemas?
- Apakah karena melihat teman pamer liburan di media sosial?
- Atau karena target pribadimu terlalu tinggi dan sulit tercapai dalam waktu singkat?
Coba catat setiap kali perasaan itu muncul. Dengan begitu, kamu bisa melihat polanya—apa saja yang jadi pemicu utama rasa “tidak cukup”.
Dari catatan kecil ini, kamu bisa mulai melatih diri untuk berpikir lebih realistis dan sehat soal uang.
2. Fokus pada Tujuan Finansial Pribadi
Ingat, setiap orang punya perjalanan finansial yang berbeda. Jangan sampai pencapaian orang lain jadi tolok ukur hidupmu.
Lebih baik, tuliskan tujuan keuanganmu sendiri dengan jelas. Misalnya:
- Jangka pendek: menabung untuk dana darurat atau liburan kecil.
- Jangka menengah: melunasi utang atau menyiapkan DP rumah.
- Jangka panjang: dana pendidikan anak atau persiapan pensiun.
Kalau sudah ada tujuan yang konkret, kamu akan lebih termotivasi. Fokuslah pada progres sekecil apa pun. Ingat, konsistensi jauh lebih penting daripada membandingkan kecepatan dengan orang lain.
3. Tingkatkan Literasi Keuangan
Banyak rasa cemas soal uang sebenarnya muncul karena kurang pengetahuan. Akibatnya, kita gampang terbawa tren, salah langkah, atau merasa uang selalu kurang.
Mulailah membekali diri dengan literasi keuangan lewat:
- Mengikuti kelas atau webinar finansial.
- Membaca buku dan artikel dari sumber terpercaya.
- Mendengarkan podcast atau mengikuti akun edukasi finansial di media sosial.
Dengan pemahaman yang lebih baik, kamu akan lebih percaya diri dalam mengatur keuangan. Selain itu, kamu juga jadi lebih kebal terhadap standar palsu yang sering ditampilkan orang lain.
4. Batasi Perbandingan dengan Orang Lain

Media sosial bisa jadi sumber inspirasi, tapi juga bisa jadi racun kalau kita terus-terusan membandingkan diri.
Jangan lupa, yang ditampilkan di sana biasanya hanya highlight kehidupan orang lain, bukan keseluruhan cerita.
Tips praktis yang bisa kamu coba:
- Kurangi waktu scroll media sosial yang bikin insecure.
- Unfollow akun yang sering memicu perasaan “tidak cukup”.
- Lebih banyak ikuti akun yang memberikan edukasi atau motivasi positif.
Dengan begitu, kamu bisa menjaga fokus pada perkembangan finansial pribadi.
Alih-alih sibuk membandingkan, kamu jadi lebih semangat untuk membangun fondasi keuangan yang sehat sesuai kemampuanmu sendiri.
5. Bangun Kebiasaan Finansial Positif
Setelah mengenali pola pikir dan menetapkan tujuan, langkah berikutnya adalah membangun kebiasaan keuangan yang sehat.
Jangan tunggu punya gaji besar dulu untuk memulainya, karena kuncinya ada di konsistensi.
Beberapa contoh kebiasaan kecil tapi berdampak besar:
- Menabung rutin setiap bulan, meskipun nominalnya kecil.
- Membuat dan mengikuti anggaran bulanan supaya pengeluaran lebih terkontrol.
- Mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran biar tahu kemana larinya uang.
- Menggunakan aplikasi keuangan atau e-wallet untuk mempermudah monitoring.
Kebiasaan ini bukan cuma bikin finansial lebih stabil, tapi juga membangun rasa percaya diri bahwa kamu mampu mengelola uang dengan baik.
6. Latih Rasa Syukur dan Mindset Sehat
Salah satu racun terbesar money dysmorphia adalah perasaan “nggak pernah cukup”. Padahal, kalau dilihat lebih dalam, apa yang kamu miliki saat ini bisa jadi adalah impian orang lain.
Coba latih diri untuk lebih bersyukur dengan cara sederhana:
- Buat jurnal syukur finansial. Tulis hal-hal kecil seperti “bulan ini bisa bayar tagihan tepat waktu” atau “berhasil menabung Rp200 ribu tanpa dipakai belanja impulsif”.
- Rayakan progres sekecil apa pun. Ingat, dari kebiasaan kecil lahir pencapaian besar.
- Ingat bahwa sukses finansial itu perjalanan jangka panjang, bukan perlombaan cepat-cepatan.
Dengan mindset sehat, kamu akan lebih tenang menikmati proses daripada sibuk mengejar standar orang lain.
7. Cari Bantuan Profesional Jika Dibutuhkan
Kalau money dysmorphia sudah terasa berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, jangan ragu untuk minta bantuan profesional.
Ada dua opsi yang bisa kamu pertimbangkan:
- Ahli keuangan → membantu menyusun strategi finansial yang realistis, sesuai dengan kondisi dan tujuanmu.
- Psikolog atau konselor → membantu mengatasi tekanan emosional, kecemasan, dan rasa minder yang muncul terkait uang.
Mencari bantuan bukan tanda lemah, justru menunjukkan bahwa kamu serius ingin memperbaiki hubungan dengan uang dan meningkatkan kualitas hidup.
Money dysmorphia bisa dialami siapa saja, terutama di era digital yang penuh perbandingan. Namun, dengan langkah yang tepat – mulai dari mengenali pola pikir, meningkatkan literasi, hingga membangun kebiasaan sehat – Sobat bisa keluar dari jebakan perasaan “tidak pernah cukup”.
Ingat, uang hanyalah alat, bukan ukuran harga diri. Yang lebih penting adalah bagaimana Sobat mengelolanya dengan sehat agar hidup lebih tenang, stabil, dan bahagia.









