Harga Token Bisa Naik Besar – Tapi Seberapa Besar Secara Realistis?
Salah satu kesalahan terbesar investor pemula adalah membeli token hanya karena rumor, hype, atau FOMO tanpa menghitung potensi kenaikan harga yang realistis.
Investor profesional tidak tertarik pada sekadar “pump cepat”. Mereka menghitung secara matematis apakah token:
- bisa naik 2x,
- bisa naik 5x,
- atau bahkan bisa naik 20x secara fundamental,
bukan sekadar asumsi liar.
Institusi menggunakan berbagai metode untuk menghitung Upside Potential, yaitu seberapa jauh harga dapat naik dari nilai saat ini berdasarkan faktor fundamental, adopsi, kebutuhan token, dan metrik ekonomi.
Artikel ini mengungkap teknik-teknik yang biasanya dipakai oleh VC, hedge fund, dan analis kripto tingkat lanjut.
1. Analisis Market Cap Growth (Metode Paling Dasar dan Paling Dipakai Institusi)
Pemula sering melihat harga token, padahal institusi melihat market cap.
Harga token tidak berarti apa-apa tanpa konteks market cap.
Rumus dasar:
Upside Potential = Target Market Cap / Current Market Cap
Contoh:
Token X market cap saat ini = $500 juta
Jika potensinya mencapai market cap proyek serupa = $5 miliar
Upside potential = 10x
Institusi selalu membandingkan dengan:
- kompetitor,
- sektor serupa,
- ukuran pasar (TAM = Total Addressable Market).
Jika market cap saat ini kecil tapi potensinya besar → peluang upside tinggi.
2. Peer Comparison Method (Perbandingan dengan Proyek Serupa)

Institusi membandingkan token dengan proyek yang berada pada kategori yang sama.
Contoh perbandingan:
- SOL vs AVAX vs ADA (Layer-1)
- LINK vs API3 (Oracle)
- AAVE vs COMP (Lending)
- UNI vs SUSHI (DEX)
Yang dibandingkan:
- market cap,
- FDV,
- revenue,
- TVL,
- user base,
- developer activity.
Jika token undervalued dibanding kompetitor, institusi melihatnya sebagai peluang kenaikan.
Misalnya:
LINK memiliki revenue lebih tinggi tetapi market cap lebih kecil dibanding kompetitor → undervalued → upside besar.
3. Revenue-Based Valuation (Pendekatan Perusahaan Teknologi)
Institusi menghitung potensi kenaikan harga berdasarkan proyeksi pendapatan protokol.
Rumus dasar:
Target Market Cap = Revenue Forecast × P/S Ratio Ideal
Contoh:
- Protokol menghasilkan revenue $100 juta per tahun
- P/S wajar untuk sektor ini adalah 15
→ Valuasi wajar: $1,5 miliar
Jika market cap saat ini $300 juta → upside 5x
Pendekatan ini paling sering digunakan untuk:
- DeFi,
- staking protocols,
- exchange tokens,
- RWA tokens.
4. TVL-Based Valuation untuk Protokol DeFi
Total Value Locked (TVL) adalah indikator seberapa banyak uang yang “percaya” pada protokol.
Rumus MC/TVL:
- MC/TVL rendah → undervalued
- MC/TVL tinggi → overvalued
Cara menghitung upside:
Jika protokol kompetitor punya MC/TVL = 1.0
Sedangkan protokol yang kamu analisis MC/TVL = 0.25
→ Potensi kenaikan = 4x
Institusi menganggap protokol dengan MC/TVL < 1 sebagai “potensi besar”.
5. On-Chain Activity Growth Model (Model Pertumbuhan Aktivitas Jaringan)
Khusus untuk Layer-1 & Layer-2, institusi melihat seberapa cepat aktivitas jaringan tumbuh, misalnya:
- transaksi harian,
- active wallets,
- gas fees revenue,
- jumlah smart contract aktif,
- jumlah dApps yang dibangun.
Rumus sederhana:
Upside Potential = Adopsi masa depan / Adopsi saat ini
Jika:
- active users naik 500%
- revenue naik 300%
- developer activity naik 200%
… maka token berpotensi naik 3–10x tergantung utilitas token.
Blockchain seperti Solana dan Ethereum sering dinilai pakai model ini.
6. Discounted Cash Flow (DCF) Model untuk Kripto (Metode VC)

Meski kompleks, metode ini sangat akurat digunakan institusi.
Langkah:
- Proyeksikan revenue protokol 5–10 tahun ke depan
- Tentukan berapa persen revenue akan dibagikan ke holders (real yield)
- Diskon menggunakan risiko sektor kripto (20–60%)
- Hitung present value (nilai saat ini)
Contoh:
Jika present value = $2 miliar
Market cap saat ini = $500 juta
→ Upside = 4x
Metode ini paling relevan untuk:
- DEX
- lending protocol
- liquid staking
- blockchain dengan fee tinggi
7. Token Utility Multiplier (Metode Institusi Terkini)
Ini metode yang digunakan VC seperti a16z dan Multicoin Capital.
Token dengan utilitas tinggi memiliki “utility multiplier” yang meningkatkan nilai jangka panjang.
Faktor utilitas:
- token diperlukan untuk gas fee,
- untuk staking,
- untuk menjalankan node,
- untuk governance,
- untuk collateral,
- untuk dApp ecosystem.
Cara menentukan multiplier:
Semakin banyak utilitas → semakin besar multiplier → semakin besar potensi kenaikan.
Contoh:
- Token A utilitas rendah → multiplier 1
- Token B utilitas medium → multiplier 3
- Token C utilitas tinggi → multiplier 8
Jika revenue sama, token C bisa memiliki fair value 8x token A.
8. Market Sentiment & Narrative Model (Sangat Penting dalam Kripto)
Institusi paham bahwa kripto bukan hanya angka – tapi juga narasi.
Contoh narasi yang pernah mendorong harga naik:
- Metaverse
- AI + Crypto
- Layer-2
- Modular blockchain
- RWA (Real World Assets)
- Solana comeback narrative
Institusi menghitung potensi kenaikan berdasarkan:
- kekuatan narasi,
- momentum sektor,
- minat investor ritel,
- pendanaan dari VC.
Token yang berada di sektor dengan narasi kuat berpotensi naik lebih cepat.
9. Benchmarking Kapitalisasi Sektor (Sector TAM Analysis)
Setiap sektor kripto punya Total Addressable Market (TAM).
Institusi menghitung berapa persen pasar yang dapat direbut sebuah protokol.
Contoh:
RWA market: $16 triliun
Jika sebuah protokol RWA bisa meraih 1% saja = $160 miliar
Jika market cap protokol sekarang $500 juta
→ upside theoretic = 320x
Tentu tidak selalu tercapai, tetapi ini digunakan untuk menentukan batas maksimum kenaikan realistis.
10. Menggabungkan Semua Model & Mengambil Angka Konservatif
Institusi tidak memakai satu metode saja.
Mereka menggunakan average dari beberapa model:
- Market cap comparison
- Revenue model
- TVL model
- Adoption model
- Utility multiplier
- TAM model
Setelah itu mereka mengambil angka paling konservatif.
Contoh hasil analisis:
- Model A: 12x
- Model B: 7x
- Model C: 4x
- Model D: 9x
Institusi akan mengambil → Upside potential realistis = 4–7x
Inilah perbedaan investor profesional dan pemula:
Pemula berpikir “ini bisa naik 100x.”
Institusi bertanya “berapa kenaikan realistis yang didukung fundamental?”
Untuk menentukan potensi kenaikan harga secara profesional, institusi menggunakan kombinasi:
- Market cap growth
- Peer comparison
- Revenue-based model
- TVL ratio
- On-chain growth model
- DCF model
- Utility multiplier
- Sector TAM
- Sentimen & narasi
Dengan menggabungkan semua model ini, kamu bisa menentukan apakah token:
- undervalued → peluang profit besar
- fairly valued → risiko sebanding
- overvalued → sebaiknya dihindari
Investor cerdas tidak membeli token yang “kelihatan murah”—mereka membeli token yang secara fundamental punya potensi naik nyata.









