10 Strategi Investasi untuk Menghadapi Resesi Ekonomi Global

0 Comment

Link
Strategi Investasi untuk Menghadapi Resesi Ekonomi Global

Bikin Portofoliomu Tahan Banting Saat Dunia Lagi Goyang

Ketika kata “resesi” mulai ramai dibahas di berita dan media sosial, banyak orang langsung panik: “Harus cabut semua investasi?” – padahal sebenarnya, justru saat-saat seperti ini adalah waktu emas untuk menyusun strategi yang cerdas.

Dalam kondisi ekonomi global yang tidak pasti, penting untuk punya portofolio yang tahan banting. Nah, berikut ini adalah 10 strategi investasi untuk menghadapi resesi tanpa perlu stres berlebihan.

1. Diversifikasi: Jangan Taruh Telur di Satu Keranjang

Diversifikasi berarti menyebar dana ke berbagai jenis aset agar risiko tidak terkonsentrasi di satu tempat. Saat resesi, satu sektor bisa anjlok, tapi sektor lain mungkin bertahan atau bahkan naik.

Contoh diversifikasi yang sehat:

  • 30% Saham sektor defensif: Konsumsi dasar, kesehatan, utilitas
  • 20% Emas: Sebagai lindung nilai
  • 20% Obligasi pemerintah: Stabil, pendapatan tetap
  • 15% Deposito atau reksa dana pasar uang: Likuid
  • 15% Properti: Untuk jangka panjang

Tujuan: menyeimbangkan potensi return dan risiko dari berbagai aset.

2. Fokus ke Aset Safe Haven: Emas & Obligasi Negara

Aset safe haven adalah tempat pelarian saat pasar kacau. Dua yang paling populer:

  • Emas: Tidak bergantung pada suku bunga atau ekonomi negara. Harganya cenderung naik saat krisis karena dianggap “penyimpan nilai” (store of value).
  • Obligasi Pemerintah: Seperti SBN (ORI, SBR, Sukuk Ritel) yang dijamin negara dan punya bunga tetap.
Baca Juga:  Toxic Financialship: Hubungan Sehat atau Terjebak dalam Jeratan Keuangan?

Ideal untuk jangka pendek–menengah. Bisa memberi ketenangan saat market turun.

3. Perbesar Dana Darurat (6–12 Bulan Pengeluaran)

Dana darurat bukan investasi, tapi pondasi keuangan. Resesi sering datang bersamaan dengan:

  • PHK massal
  • Gagal bayar utang
  • Lonjakan biaya hidup

Instrumen yang cocok untuk menyimpan dana darurat:

  • Tabungan bank
  • Deposito likuid
  • E-wallet dengan bunga
  • Reksa dana pasar uang

Dengan dana darurat cukup, kamu gak perlu jual aset saat harga jatuh.

4. Pilih Saham dari Sektor Defensif

Sektor defensif tetap bertahan bahkan saat ekonomi buruk karena produknya tetap dibutuhkan:

  • Kesehatan: Rumah sakit, obat-obatan (misalnya KLBF, SIDO)
  • Barang konsumen primer: Makanan, sabun, produk rumah tangga (misalnya ICBP, UNVR)
  • Utilitas: Listrik, air, gas (misalnya PGAS, perusahaan energi)

Biasanya lebih stabil dan punya dividen menarik.

5. Kurangi Eksposur ke Aset Spekulatif

Resesi bukan waktu yang tepat untuk berspekulasi tinggi, karena:

  • Volatilitas makin tinggi
  • Sentimen pasar mudah berubah
  • Banyak aset “hype” tanpa fundamental

Aset yang sebaiknya dikurangi:

  • Kripto yang tak jelas proyeknya
  • NFT koleksi tanpa nilai nyata
  • Saham gorengan
  • Investasi yang terlalu “kekinian” tapi belum matang

Fokus pada proteksi nilai dulu, bukan profit agresif.

6. Pertahankan Likuiditas: Jangan Kebanyakan Aset yang Sulit Dicairkan

Saat krisis, fleksibilitas dana adalah kunci. Hindari terlalu banyak menaruh uang di aset yang:

  • Butuh waktu lama dijual (misalnya properti)
  • Tidak punya pasar sekunder aktif

Tips:

  • Pegang minimal 20–30% dari total aset dalam bentuk likuid (cash, reksa dana pasar uang)
  • Investasi properti sebaiknya lewat skema patungan atau REITs untuk likuiditas lebih tinggi

Jangan sampai butuh dana cepat, tapi semua masih “terkunci.”

7. Gunakan Strategi Dollar Cost Averaging (DCA)

DCA = investasi rutin nominal tetap setiap periode waktu tertentu, misalnya Rp1 juta per bulan ke reksa dana saham.

Baca Juga:  8 Strategi Trading Saham yang Bisa Diterapkan di Bursa Indonesia (BEI)

Keuntungan strategi DCA saat resesi:

  • Mengurangi risiko beli di harga tinggi
  • Mendapat rata-rata harga beli lebih rendah
  • Menumbuhkan disiplin investasi

Cocok untuk investasi di saham blue chip, ETF, atau reksa dana saham.

8. Jangan Berhenti Investasi, Tapi Revisi Strategi

Berhenti investasi saat krisis hanya menunda potensi cuan masa depan. Lebih bijak jika kamu:

  • Evaluasi kembali tujuan finansial
  • Sesuaikan alokasi aset (perbesar porsi safe asset)
  • Tunda aset agresif jika belum siap

Contoh: Alihkan sementara dari saham growth ke saham dividen atau reksa dana pasar uang.

Tetap konsisten tapi adaptif.

9. Gunakan Produk Protektif: Asuransi yang Relevan

Kesehatan dan risiko hidup meningkat saat kondisi ekonomi memburuk. Maka dari itu, proteksi sangat penting.

Jenis asuransi yang disarankan:

  • Asuransi jiwa untuk pencari nafkah utama
  • Asuransi kesehatan rawat inap
  • Unit link hanya jika paham biayanya dan sesuai profil

Dengan proteksi, kamu tidak perlu ganggu aset investasi saat terjadi musibah.

10. Jaga Psikologis: Jangan Panik, Jangan Ikut Arus

Banyak investor gagal bukan karena strategi salah, tapi karena:

  • Panik saat market merah
  • Ikut-ikutan jual beli berdasarkan berita
  • Gak sabaran lihat hasil

Tips menjaga mental saat krisis:

  • Fokus pada jangka panjang
  • Kurangi frekuensi buka portofolio
  • Jangan terpengaruh FOMO atau berita viral

Investor hebat adalah yang tetap tenang saat badai datang.

Resesi adalah bagian dari siklus ekonomi. Gak ada yang bisa hindari, tapi kamu bisa persiapkan diri lebih baik.

Gunakan 10 strategi di atas untuk:

  • Menata portofolio lebih solid
  • Menjaga mental tetap tenang
  • Mengubah ancaman jadi peluang

Yang penting bukan seberapa banyak kamu punya, tapi seberapa cerdas kamu mengelolanya.

Baca Juga:  7 Investasi Jangka Pendek yang Bisa Menghasilkan Uang dengan Cepat

Bagikan:

Artikel Terkait